Histeria

Misteri Letusan Gunung Agung, Karangasem, 1963 (2-Habis)

 Minggu, 01 Agustus 2021

Sejarahbali.com/ist

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Karangasem - 

Penyelenggaraan Upacara Eka Dasa Rudra di tahun 1963 lebih mengarah pada aspek spiritual ketimbang material. Melalui persembahan dan pemurnian yang melibatkan 11 penjuru, kekuatan alam dapat dipulihkan supaya selaras dengan manusia. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa.

Dalam upacara ini, doa manusia diharapkan terkabul sehingga tercipta kebaikan dunia dan segala bencana alam yang dapat membawa kekacauan bagi manusia dapat dicegah. 

Maka, pada 3 Maret, Dewa-Dewa diiring meninggalkan Besakih melalui sebuah prosesi usungan dan turun ke laut dekat Klungkung untuk melakukan mandi dan penyucian. Sebuah desa dadakan juga dibangun di Besakih untuk menjamu tamu-tamu penting, pendeta, jemaat, dan pelancong. Desa dadakan ini lengkap dengan rumah makan, ruang informasi, bahkan klinik dan sebuah pos polisi yang besar. 

Saat itu, tidak ada yang menyangka akan datangnya bencana. Tak terbesit di benak siapapun bahkan sebelum upacara dimulai, Besakih akan ditutupi abu dan pasir. Dalam sekejap, tak ada seorang pun yang dapat tidur nyenyak. Gunung Berapi menjadi sunyi. Penduduk desa tegang.

Keesokannya, pertanda lain muncul. Tanah tiba-tiba bergoyang, tanda gempa bumi dari gunung api yang aktif. Beberapa saat kemudian, muncul ledakan yang luar biasa disertai jeritan-jeritan panik yang pecah dari sekelompok anak.

Asap hitam beracun kemudian membubung dalam sebuah gumpalan yang sangat tebal, menjalar ribuan kaki dalam hitungan detik dan terus keluar dengan kilat putih menyilaukan. Bebatuan besar beterbangan dari mulut kawah seperti bola pingpong di atas semburan air. 

Gunung masih berguncang. Dentuman yang keras dan terus menerus mengancam dari tanah. 

Penduduk pun terpaksa "bergerilya". Menjauhi amukan Gunung Agung. Jalur yang mengarah ke Sidemen menjaid jalur evakuasi, sebuah jalan peneyelamatan diri. Ratusan orang berjalan kaki dalam diam.

Para wanita dengan lengan baju panjang yang disingkap ke atas memanggul keranjang kotak di kepala. Sementara, kaum lelaki mengapit segulung kasur tikar sambil menggendong bayi. Anak-anak kecil melangkah terburu-buru mengikuti. 

Tapi, ada pula yang masih tinggal di dalam rumah. Meyakini bahwa akan datang bantuan. Namun kenyataannya, pihak keamanan pun juga tak yakin. Bahkan bantuan dari Jawa pun sama sekali tak ada. Hal ini terkait upacara Eka Dasa Rudra. Sebab, dalam waktu dekat, hitungan minggu, upacara akan dimulai.

Dalam upacara, akan banyak orang yang datang. Acara akan dibanjiri delegasi-delegasi Asosiasi Agen Perjalanan Pasifik dari semua negara yang saat itu sedang di Jakarta. Dengan mengumumkan adanya bencana gunung api, maka akan menjadikan Bali merugi. Maka, gubernur memutuskan untuk tidak mengumumkan bencana itu. 

Maka, tepat sehari sebelum Eka Dasa Rudra dimulai, kondisi Besakih rata tertutupi debu. Penjor-penjor tumbang. Tak seorang pun bersedia membersihkan gumpalan abu dari atas asap pura dan bale. Besakih dijelaskan menyerupai medan perang atau gurun ampas dari negeri antah berantah.

Penulis : TImLiputan



Sejarah Bali Sejarah Bali



Tonton Juga :











Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT