SejarahBali.com, Buleleng.
Prajurit kerajaan dan rakyat bahu-membahu menggali parit di sepanjang pantai dan diberi pagar bambu. Di belakangnya, dibangunlah benteng-benteng tinggi, juga disiapkan sejumlah meriam meskipun berukuran kecil. Akhirnya, hari itu tiba. Tanggal 25 Mei 1846, seperti dikutip dari buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bali (1983) karya Made Sutaba dan kawan-kawan, Belanda mulai melancarkan serangan dari laut maupun darat (hlm. 32).
Dari laut, kapal-kapal Belanda menghujani tembakan meriam. Sementara itu, mereka juga mengerahkan ratusan serdadu dari angkatan darat. Pasukan dan rakyat Buleleng tetap bertahan di dalam area benteng. Belanda rupanya kewalahan menghadapi serangan balik pasukan Kerajaan Buleleng yang dipimpi
n oleh I Gusti Ketut Jelantik. Pada 26 Mei 1846, didatangkan bantuan dari Batavia dan Madura.
Patih Jelantik menerapkan taktik bertahan, namun bisa mendadak berbalik menyerang. Tembok dari tanah liat, bambu berduri, hingga batang pohon kelapa digunakan untuk memperkuat tembok pertahanan. Namun, tentara Belanda yang datang tampaknya tidak habis-habis bahkan terus bertambah. Kondisi ini membuat pertahanan Buleleng tergerus.