Asal usul

Pura Dalem Puncak Mundi, Nusa Penida

 Senin, 11 September 2017

SejarahBali.com/Istimewa

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Bangli - 
Pura Puncak Mundi terdiri dari tiga paleban pura yaitu Pura Beji tempat persembahyangan pertama, disusul Pura Krangkeng dan Pura Puncak Mundi yang merupakan stana Ida Batara Lingsir. 
 
Bendesa Pangempon Pura Puncak Mundi, I Wayan Sukla, Sabtu (1/6) kemarin, mengatakan pangempon Pura Puncak Mundi terdiri dari 504 kepala keluarga yang tersebar di sebelas banjar adat. Di antaranya Banjar Baledan Duur, Banjar Baledan Beten, Banjar Klumpu Kauh, Banjar Klumpu Kangin, Banjar Angas, Banjar Mentaki, Banjar Rata, Banjar Tiagan, Banjar Bila, Banjar Cubang dan Banjar Iseh. 
 
 
Dihimpun dari berbagai sumber, Wayan Sukla menceritakan, keberadaan pura-pura di Pulau Nusa Penida, diilhami dari kisah pertemuan antara Batara Guru dan Dewi Uma. Dari pertemuan itu, lahirlah seorang putra yang diberi nama Batara Kumara. Namun, kelahiran Batara Kumara ternyata juga menjadi awal perpecahan antara Batara Guru dan Dewi Uma. Soalnya, Batara Kumara lebih diasuh ayahnya, dan hanya sesekali menghampiri ibunya ketika ingin disusui. 

Baca juga: Sejarah Pura Luhur Puncak Tedung 

Karena kesal, Dewi Uma menganiaya Batara Kumara saat menyusui. Saking marahnya, kedua bola matanya memerah dan taringnya juga keluar. Batara Kumara pun dibanting sampai kepalanya pecah dan darahnya diminum Dewi Uma. Ternyata, perlakuan itu diketahui Batara Guru. Menyaksikan perilaku sang istri seperti kala, Batara Guru pun marah. Beliau mengutuk Dewi Uma agar menjelma ke dunia menjadi manusia. 
"Selama menjalani kutukan, Dewi Uma diceritakan sempat tiba di tengah hutan. Di tempat sunyi itu, ada sebatang pohon beringin tinggi besar. Di sanalah beliau menangis, air susunya merembes keluar sampai ke tanah. Di tempat itu kemudian tumbuh pohon pisang raja (gedangsaba). Itulah sebabnya pisang tersebut sangat baik untuk makanan bayi," katanya. 
Setelah lama menyesali perbuatannya, timbul keinginan beliau untuk membangun keraton yang tidak berbeda dengan swargaloka. Dewi Uma membangun sebuah asrama di puncak Bukit Mundi dan mendapat gelar Batari Rohini. Di asrama itulah, Batari Rohini melaksanakan yoga samadhi. 

 

Singkatnya, Batara Guru juga tidak tahan mengasuh putranya sendirian. Sebab, Batara Kumara terus meminta disusui ibunya. Batara Kumara lantas didudukkan di plangkiran untuk menjaga para bayi. Seketika, Batara Guru kembali teringat dengan Dewi Uma yang sebelumnya dikutuk dan kini berstana di puncak Bukit Mundi. Batara Guru akhirnya memutuskan juga turun ke dunia, tepatnya ke tempat Dewi Uma melaksanakan yoga samadhi di puncak Bukit Mundi. Batara Guru menjelma menjadi seorang dukuh atau pandita (rohaniwan) bernama Dukuh Jumpungan dan bertemu dengan Dewi Uma. Daerah ini kemudian diberi nama Nusa Penida, yang berasal dari arti Manusa Pandhita. "Demikian juga Dewi Uma kemudian menjelma menjadi seorang wanita yang bernama Ni Puri sebagai istri Dukuh Jumpungan di dunia dan menetap di Gunung Kila, Pucak Bukit Mundi. Pangempon Pura Puncak Mundi menyebut keduanya dengan nama Ida Batara Lingsir," ungkap Sukla. 

Baca juga: Pura Puncak Panulisan 

Sukla menambahkan, pujawali di Pura Puncak Mundi dilaksanakan setiap enam bulan, setiap Budha Umanis Prangbakat, Rabu, 26 Juni mendatang. Dudonan piodalan akan diawali dengan sangkepan dan matur piuning pada Anggara Kliwon Wuku Tambir. Kemudian ngemargiang pecaruan, nedunang sesuunan sepisanan ngaturang pengias pada Anggara Kliwon Wuku Prangbakat. Selajutnya, Ida Batara katur masucian ke Pura Peji lan ngaturang piodalan pada Budha Umanis Wuku Prangbakat. Setelah piodalan, selanjutnya ngaturang penganyar pada Wrespati Paing Wuku Prangbakat sampai Sukra Pon Wuku Prangbakat.

Penulis : TImLiputan



Sejarah Bali Sejarahbali Pura Dalem Puncak Mundi Nusa Penida


Tonton Juga :



Asal usul Lainnya :










Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT