Asal usul

Pura Luhur Jagad Satru, Tabanan

 Senin, 04 September 2017

SejarahBali.com

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Denpasar - 
Pulau seribu pura, demikianlah salah satu julukan Bali. Julukan ini memang dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa di seluruh kabupaten/ kota di Bali terhampar ribuan Pura. Baik pura yang berstatus pura keluarga/ soroh/ klan seperti sanggah, merajan, paibon hingga kawitan, pura Tri Khayangan, pura swagina seperti Pura Bedugul dan Pura Melanting, hingga pura yang termasuk dalam kategori dang kahyangan dan kahyangan jagat.
 
Khusus terhadap pura yang termasuk dalam kategori khayangan jagat atau pura umum, diyakini berstananya manifestasi-manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Seperti misalnya keberadaan Pura Luhur Jagasatru.
 
Lokasi Pura Luhur Jagasatru ini terletak kurang lebih 1 kilometer dibelakang Pura Luhur Muncaksari, Banjar Anyar, Desa Sangketan Penebel Tabanan. Bagi umat Hindu yang ingin melakukan persembahyangan ke pura ini, di pertigaan Desa Penatahan belok kiri menuju Desa Tegallinggah hingga bertemu pertigaan turun ke kanan.
 
Dari pertigaan ini umat seterusnya menyusuri jalan yang kondisinya cukup bagus hingga tiba di ujung jalan lereng selatan, tepat di jaba Pura Luhur Muncaksari. Selama menyusuri jalan ini, disepanjang jalan akan dijumpai hamparan pemandangan sawah dengan latar belakang Gunung Batukaru. Dijamin, segala kepenatan oleh rutinitas hidup akan lebur menjadi sebuah keindahan. Rasa tentram, damai akan terlahir pasti, dan juga sebuah pengakuan diri betapa sempurna Penguasa Bumi ini bercipta.
 
 
Pura Luhur Jagasatru ini berada diketinggian kurang lebih 800 meter diatas permukaan air laut dan berada dikawasan hutan di lereng selatan Gunung Batukaru.  Pura ini memiliki kaitan dengan Pura Luhur Batukaru dan Pura Luhur Muncaksari. Seperti yang telah diketahui umat Hindu di Bali, Pura Luhur Batukaru sendiri merupakan salah satu kahyangan jagad (pura umum) di Bali, sedangkan Pura Luhur Muncaksari merupakan salah satu bagian dari Jajar Kemiri (empat penyangga) Pura Luhur Batukaru.
 
 
Didatangi Politikus
Menurut Mangku Gede Pura Luhur Jagasatru Jro Mangku Nengah Sukirta, hingga saat ini, Pura Luhur Jagasatru yang halaman utama mandalanya tidak lebih dari lima puluh meter persegi ini memang sengaja mempertahankan keaslian bentuk, corak dan bahan material pada setiap pelinggihnya.
 
Keaslian yang dimaksudkan, yakni dengan bahan batu alam yang ada disekitar lokasi Pura, berupa bebaturan (bangunan dari batu) tanpa sentuhan ornamen modern. Kondisi ini menjadi sebuah ciri khas tersendiri serta menambah suasana pura terkesan sakral dan suci. Sehingga Pura Luhur Jagasatru ini sangat layak untuk dijadikan salah satu tempat untuk melakukan pendakian spiritual.
 
Mangku Gede mengungkapkan, adapun pelinggih-pelinggih yang ada di Pura Luhur Jagasatru antara lain: Pelinggih Ageng, Pelinggih Pesimpangan Suralaya, Pelinggih Pesimpangan Muncaksari, Pelinggih Pesimpangan Jatiluwih, Pelinggih Pesimpangan Suku Pat, Pelinggih Pesimpangan Batukaru, Pelinggih Gedong Peni (Bale Kulkul), Bale Penyimpenan dan Beji.
 
Sesuai dengan sejarah keberadaannya, Pura Luhur Jagasatru merupakan Tabeng Wijang Pura Luhur Batukaru. Tabeng wijang yang dimaksudkan ini tiada lain fungsi Ida Sasuhunan yang berstana di Pura Luhur Jagasatru sebagai pecalang jagad niskala. Sedangkan secara sekala memang terbukti Ida Sasuhunan yang berstana di Pura Luhur Jagasatru yang piodalannya jatuh setiap enam bulan sekali (berdasarkan pawukon, setiap Rahina Wrespati Umanis Sinta)) ini sangat asih (pemurah) terhadap damuhNya/ umat.
 
“Pura Luhur Jagasatru merupakan Tabeng Wijang atau pecalang jagad secara niskala gaib”, ungkapnya. “Secara sekala atau nyata Ida Sasuhunan yang berstana di pura ini memang terbukti sangat asih (mengasihi) umatnya”, jelasnya tanpa bermaksud berpromosi.
 
Adapun contoh asihnya Ida Sasuhunan yang berstana di Pura Luhur Jagasatru ini terhadap umat, bisa dilihat pada hari hari tertentu, seperti pada saat hari Purnama, Tilem, Kajeng Keliwon maupun pada saat pujawali berlangsung. Pada hari-hari tersebut selain datang dalam tujuan bersembahyang biasa ataupun untuk memohon sesuatu, banyak diantaranya yang datang bertujuan untuk menghaturkan terima kasih karena permohonannya telah terkabul. Misalnya, permasalahan dikeluarga atau permasalahan ekonomi telah dapat terselesaikan.
 
Mangku Gede juga menyebutkan pura ini seringkali didatangi oleh kalangan pengusaha, politikus maupun pejabat. Baik pejabat di kabupaten Tabanan maupun diluar Tabanan. Menurutnya, salah satu bupati di Bali juga pernah datang bersembahyang di pura ini dalam tujuan untuk memuluskan perjalanannya sebagai bupati.
Pada saat dia sembahyang ada sebuah ciri yang muncul yang menandakan ia dipastikan terpilih sebagai bupati. Terbukti memang, bupati yang dimaksudkan berhasil menjadi bupati selama dua periode. Siapa sosok umat yang kini terbukti mendapatkan anugerahNya sebagai bupati dua periode tersebut, Mangku Gede enggan mengungkapkan dengan alasan tidak etis.
 
Menjelang Pemilu lanjutnya, banyak juga kalangan caleg yang datang bersembahyang ke pura ini. Sebagian besar diantaranya berhasil meraih kursi untuk duduk sebagai anggota dewan. Namun Mangku Gede menyayangkan, setelah duduk sebagai wakil rakkyat mereka terkesan lupa terhadap keberadaan pura ini.

Penulis : TImLiputan



Sejarah Bali Sejarah Bali Wisata



Tonton Juga :



Asal usul Lainnya :










Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT