Asal usul

Pura Malen di Lereng Gunung Batukaru Tempat Umat Bermeditasi

 Kamis, 24 Agustus 2017

SejarahBali.com

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sejarahbali.com, Denpasar - 

Di Desa Pujungan, Pupuan, Tabanan, Bali, terdapat patung Dewa Siwa dengan tinggi 10 meter. Patung raksasa di dalam Pura Malen itu menjadi tempat meditasi dari berbagai umat beragama, dan juga politisi menjelang pemilu atau pilkada. Jalan yang ditempuh untuk menuju Pura Malen cukup terjal. Pengunjung harus menyusuri jalan menanjak di Desa Pujungan menuju ke SMAN 1 Pupuan. Jalan tak sepenuhnya diaspal dan beberapa bagian hanya dibeton.

Kondisi ini membuat pemedek harus melajukan kendaraan dengan lambat dan hati-hati. Setelah melewati SMAN 1 Pupuan, pemedek baru menemukan Pura Malen di lereng Gunung Batukaru. Suasana yang sepi dan tenang ditambah udara dingin pegunungan, membuat aura religius langsung terasa begitu memasuki area pura.
 
 
Di sebelah Pura Malen tampak dua buah patung serdadu bertuliskan Linggih Denbagus Made (kanan) dan Linggih Denbagus Nyoman (kiri). Di depan patung serdadu masing-masing dilengkapi meriam. Di utara dua patung serdadu, pemedek akan berhadapan dengan sebuah patung pertapa yang “dikawal” oleh dua patung macan warna hitam dan merah.
 
 
Berjalan sekitar 100 meter, akan terlihat sebuah patung Dewa Siwa yang sedang duduk dengan tinggi sekitar 10 meter. Siwa disebut-sebut dewa terkuat dalam mitologi Hindu. Penggagas patung Siwa raksasa itu adalah Wayan Sutarjana (50).
 
Menurutnya, patung itu didirikan tahun 2008 dan pengerjaannya memakan waktu 10 bulan. Sutarjana mengatakan, pendirian patung itu dilakukan karena dirinya menerima wangsit serta menemukan arca Siwa duduk di tempat tersebut. “Saat melakukan meditasi di tempat itu saya mendapatkan wangsit jika di sana adalah tempat pemoksaan (kembali menyatu dengan Tuhan menurut ajaran Agama Hindu) seorang pertapa asal Pulau Jawa. Namanya saya tidak tahu. Selain itu juga saya temukan sebuah arca Siwa,” papar Sutarja yang sejak awal 90’an mengaku telah menekuni meditasi, seperti dikutip dari Tribunbali.com, Sabtu 18 Juli 2015.
 
Pria yang mengenakan busana serba putih itu menjelaskan, patung Siwa itu kerap dikunjungi oleh masyarakat yang akan melakukan meditasi. Tidak hanya dari Bali, tapi juga luar Bali. Bahkan warga negara asing (WNA) juga sering datang untuk meditasi. “Bahkan politisi pun ada, apalagi saat Pemilu Legislatif yang lalu (2014) banyak calon yang datang ke sini. Selain itu dari pengunjung yang beragama Kristen, Islam, Budha juga sering datang,” ujarnya.
 
 
Tapi, Sutarjana lebih senang jika yang datang ke sana adalah orang yang ingin meditasi atau untuk sembahyang, bukan sekadar datang untuk memohon sesuatu. “Jika yang datang politisi saya kurang sreg untuk membantu mengantarkan sembahyang,” jelasnya yang juga menjadi pemangku di patung Siwa itu.
 
Di belakang patung Siwa itu juga terdapat patung pertapa serta patung dewi. “Di patung pertapa itulah saya menemukan arca Siwa,” aku Sutarjana.
 
Suasana yang tenang dan pemandangan hijau yang masih alami memang memberikan kesan tersendiri ketika mengunjungi patung Siwa di lereng Gunung Batukaru itu.
 
“Sama seperti Gunung Kailash, makanya dibangun patung Siwa,” tambah Sutarja.
 
Kailash adalah gunung yang terletak di wilayah Tibet dengan tinggi 6.638 meter. Gunung ini berkaitan erat dengan empat kepercayaan besar di Asia Selatan, yaitu Buddha, Hindu, Jainisme, dan Bonpo. Oleh pemeluk agama Hindu, Gunung Kailash dipercaya sebagai tempat tinggal Siwa.
 
Sutarjana berharap, sekitar kawasan patung Siwa dan Pura Malen tetap terjaga seperti saat ini. Jika ada penambahan, Sutarjana hanya membangun dua tempat untuk meditasi. “Jangan sampai jadi komersil, jika bisa tetap seperti ini dan hanya ada penambahan tempat meditasi bukan sarana wisata. Itu sesuai permintaan 'penunggu' di sini,” ungkapnya.

Penulis : TImLiputan



Sejarah Bali Sejarah Bali Wisata


Tonton Juga :



Asal usul Lainnya :










Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT