Histeria

Belanda Menebar Hoaks untuk Taklukkan Bali dalam Perang Jagaraga

 Kamis, 19 Agustus 2021

Atlas Van Stolk/Perang Jagaraga di Buleleng dalam lukisan Belanda, 1848

IKUTI SEJARAHBALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Patih Jelantik terus menggelorakan spirit pasukannya sembari menjaga keamanan Raja Buleleng. Pasukan darat Belanda semakin merangsek menuju pusat istana. I Gusti Ketut Jelantik terpaksa mundur demi keselamatan raja. Tanggal 27 Mei 1846 pagi, ibukota Buleleng jatuh ke tangan Belanda. Patih Jelantik, Raja Ngurah Made, serta sejumlah petinggi kerajaan dan sekutu Buleleng mengamankan diri ke sebuah tempat bernama Jagaraga.

Namun, Raja Buleleng terpaksa menandatangani perjanjian yang disodorkan Belanda. Ini sebenarnya hanya taktik agar Patih Jelantik bisa menyusun kekuatan kembali. Wilayah Jagaraga memang ideal untuk berperang gerilya: masih banyak hutan, sungai, sawah, serta perbukitan yang menyulitkan lawan. Pasukan Belanda tidak terbiasa bertempur di medan seperti itu. Berkat kemahiran diplomasi Patih Jelantik, bantuan pun mengalir. Hampir semua kerajaan di Bali mengirimkan laskarnya.

Ribuan prajurit bantuan bergabung dengan pasukan Buleleng di Jagaraga. Takluknya Pulau Dewata Peran Patih Jelantik sangat vital. Selain bertindak sebagai panglima perang tertinggi, ia juga ikut menjalankan pemerintahan sebagai pendamping utama Raja Buleleng. Selain itu, Patih Jelantik juga langsung terjun ke lapangan untuk mengurusi pasukan-pasukan bantuan, melatih mereka, serta menyusun strategi. Ia adalah seorang juru taktik yang cerdik. Patih Jelantik menyadari bahwa Belanda lebih unggul dalam persenjataan dan logistik. Maka, sang patih kemudian menyusun strategi bertahan dengan model makara wyuha atau supit udang (Made Sutaba, dkk., 1983: 37).


Halaman :


Perang Jagaraga I Gusti Ketut Jelantik Belanda Penjajahan Belanda Buleleng



Tonton Juga :











Sejarah Terpopuler





TRENDING TERHANGAT